Sesungguhnya isi roman sastra mengandung dua buah maksud, yang bersangkut paut erat sekali. Pertama, melukiskan betapa hebatnya cobaan yang dirasai sepasang asyik dan masyuk yang berkasih kasihan, dari pihak lain, supaya cita cita suci mereka itu akan berumah tangga tidak tercapai, tidak sampai. Kedua, menggambarkan betapa pula beratnya penderitaan rakyat desa yang tidak berdaya karena kekuatan dan tekanan bangsa asing yang hendak tetap menguasai perekonomian mereka itu, yakni kekuatan dan tekanan, yang tidak dapat dielakkan atau ditolaknya.
Untuk menolong membangkitkan semangat tahu diri dan kegigihan bekerja rakyat desa yang tidak berdaya itu, maka dianjurkan oleh pemimpin kebangsaan Indonesia agar supaya pemuda dan pemudi terpelajar, yang cinta kepada bangsa dan nusanya, pergi atau turun ke desa akan memimpin mereka itu dalam segala usahanya. Dengan pimpinan dan contoh teladan yang baik daripada pencinta pencinta bangsa itu, moga moga rakyat desa
itu terIepas daripada kemelaratan dan kemiskinan.
Jadi, nama buku roman sastra ini hendaknya: Cobaan dan Turun ke Desa. Akan tetapi, karena riwayat yang dijadikan roman ini diperoleh dalam masa pemerintahan Hindia Belanda dan karena mungkin nama "Turun ke Desa" itu dipandang oleh pemerintah jajahan berbau politik yang disukainya, maka sebagai siasat hanyalah nama "Cobaan" saja yang pengarang cantumkan dan kemukakan, sekalipun pengarang sendiri tidak puas dan setengah pembaca pun Iebih lebih tidak puas lagi rupanya.
Oleh sebab itu, maka mulai pada cetakan ketiga buku ini, semufakat dengan pemimpin Balai Pustaka, pengarang bersedia mengubah atau menukar namanya dengan maksud kedua, yaitu dengan "Turun ke Desa".