Hanya sepintas melihat raut muka anak atau sikap yang ditunjukkan tidak serta merta menjadikan kita mengerti apa yang sungguh-sungguh dirasakan dan dipikirkan oleh anak. Kita bisa langsung berbicara kepada mereka, tetapi kita tidak mampu luas dan dalamnya apa yang dirasakan, dipikirkan dan diinginkan oleh anak. Kenapa? Ibarat sungai, kita belum menyeberangi. Kalau ingin mengetahui luas dan dalamnya, kita perlu menyeberanginya.
Lalu bagaimana cara kita menyeberangi perasaan dan pikiran anak kita? Berdialog. Kita ajak berbicara dari hati ke hati, pikiran terbuka dan perasaan lapang. Kita dengarkan pembicaraan anak, memberikan umpan balik kepadanya, dan bila diperlukan kita pun dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan tentang dia. Melalui dialog itu kita lebih mengetahui perasaan anak sesungguhnya dan pada saat yang sama anak merasa lebih diterima.
Inilah yang patut dilakukan jika menginginkan anak memiliki sikap hormat (respek) kepada orangtua. Merasa didengarkan dan dihargai justru menjadikan anak lebih tumbuh dorongan untuk respek dan dekat hatinya dengan orang tua.
Dialog juga salah satu metode mendidik yang sangat baik. Dengan dialog seseorang tidak merasa digurui. Dengan dialog, akan terungkap motif atau faktor dilakukannya sebuah perbuatan. Dialog selalu dibutuhkan dalam sebuah proses pendidikan. Tanpa dialog sebuah pendidikan tidak akan lancar dan sulit membuahkan hasil yang diharapkan.
Allah Swt lewat Al-Quran telah memberikan pelajaran berharga bagi manusia. Ayat ayat ini sering dibaca dan diulang-ulang namun belum banyak yang mengetahui mutiara darinya yaitu kisah dialog antara Allah Swt dan Iblis la’natullah ‘alaih.
Allah berfirman:
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. (Qs. Al-A’raf: 12-16)
Allah yang Maha Tinggi saja mau berdialog dengan makhluk yang hina seperti Iblis, lalu jika kita tidak mau berdialog dengan anak atau murid apakah mereka lebih hina dari Iblis? Tentu tidak bukan.
Lewat ayat ini Allah ingin memberikan pelajaran agar manusia mau berdialog dengan orang yang lebih rendah sekalipun sebagaiamana Allah Swt berdialog dengan Iblis.
Buku ini sangat menarik untuk dibaca, tentang urgensi komunikasi secara berbagai hal bersama anak dan berbagai manfaat untuk kebahagiaan orang tua dan masa depan anak sekaligus. Buku ini juga mengungkap berbagai bahaya apabila tertutup komunikasi antara orang tua dan anak.
Selamat membaca.
Judul: Cara Bijak Berdialog dengan Anak
Judul asli: Kaifa Tuhâwir Abnâ'ak Wa Tastamta' bihâdza al-hiwar?
Penulis: M. Ahmad Abdul Jawwad
Penerbit: Dâr at-Tauzî' Wa an-Nasyri al-Islamiyah. Kairo.
Penerjemah: Taufiq Munir
Editor: Ahmad Fadhil
Isi: 135 halaman