…di batu penghabisan ke Huesca
pagar penghabisan dari kebanggaan kita
kenanglah sayang, dengan mesra
kau kubayangkan di sisiku ada
dan jika untung malang menghamparkan
aku dalam kuburan dangkal
ingatlah sebisamu segala yang baik
dan cintaku yang kekal.
Saya yakin banyak anak muda sekarang yang bisa menulis bait-bait puisi yang lebih puitis dari kutipan puisi di atas. Akan tetapi dia tidak menjadi luar biasa karena kisah pengarangnya tidak seluar biasa kisah kematian John Cornford.
Bayangkan saja, betapa hebatnya luka yang diderita seniman muda itu yang menahan cinta dalam usia yang baru sehari genap dua puluh satu tahun, akan tetapi harus berakhir dalam perang saudara di front Cordoba, Spanyol. Inilah kemudian yang membuat puisi “To Margot Heinemann” sama indahnya dengan teks kematian pengarangnya dan pengetahuan pembaca atas kedua teks itu (puisi dan sejarah hidup John Cornford). Pengarang tidak hanya menjadi abadi seorang diri, akan tetapi orang yang hadir di dalam karyanya pun menjadi abadi. Seperti Margot Heinemann, perempuan teman kuliah John Cornford, yang kepadanya dia tujukan puisi terakhirnya sebelum benar-benar tewas sehari setelah ulang tahunnya yang kedua puluh satu di front Cordoba.
Karena pengetahuan pembaca akan teks lain di luar teks karya sastralah, puisi Heusca itu menjadi semakin bermakna.
Inilah satu bagian yang dikritisi buku kritik sastra ini perihal adagium “pengarang telah mati” Roland Barthes yang popular melalui esainya “The Death of Author”. Pernyataan Barthes bahwa ketika pengarang selesai menulis karyanya, maka sebenarnya ia (pengarang) telah mati; ia terpisah dari teksnya; teks bukan miliknya lagi –mendapat perlawanan tajam dari buku ini.
Ada banyak tema kritik sastra lainnya yang disajikan buku langka ini. Dari khazanah sastra lokal hingga dunia. Sangat berharga untuk dibaca oleh setiap peminat sastra.